Swift

DIMENSI HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN (DIMENSI RESPONSIP DAN TINDAKAN)


1.      PENGERTIAN
Varcarolis dalam Intan (2005), menyebutkan pengertian dari hubungan yaitu : Relationship adalah proses interpersonal antara dua atau lebih orang. Pada keseluruhan kehidupan kita menemui orang dalam setting yang bervariasi dan membagi bermacam pengalaman.
BENTUK HUBUNGAN TERAPEUTIK SECARA UMUM
a.       Hubungan sosial
Hubungan sosial bertujuan untuk bersahabat, sosial, kesenangan atau menyelesaikan tugas. Kebutuhan bersama terpenuhi selama hubungan sosial seperti berbagi ide, perasaan dan pengalaman. Keterampilan komunikasi meliputi memberikan nasihat dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti meminjam uang, dan membantu pekerjaan.
b.      Hubungan Intim
Terjadi antara individu yang mempunyai komitmen emosional antara satu terhadap yang lain. Dalam hubungan ini seringkali mereka peduli tentang kebutuhan untuk pertumbuhan dan kepuasan.
c.       Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan di atas perawat memaksimalkan keterampilan komunikasi, pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan klien. Fokus hubungan adalah pada ide klien, pengalaman, dan perasaan klien.
Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan eksplorasi dan evaluasi secara periodik terhadap tingkat perubahan klien. Peran tidak akan berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada masalah klien.
Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang terjadi dalam hubungan terapeutik merupakan alat yang penting sekali dalam pembentukan dan pemeliharaan hubungan, kebutuhan dari klien diidentifikasi dan pendekatan alternatif penyelesaian masalah dibuat serta keterampilan koping baru mungkin dikembangkan. (King cit. Varcarolis (1990))
Empat tindakan yang harus diambil antara perawat dan klien :
1)            Tindakan diawali oleh perawat
2)            Respon reaksi dari klien
3)            Interaksi di mana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan.
4)     Transaksi di mana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan.
Tujuan Hubungan Terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003), tujuan terapeutik yang diarahkan kepada pertumbuhan klien meliputi :
2.      Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
3.      Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
4.      Kemempuan membina hubungan interpersonal yang intim saling tergantung dan mencintai.
5.      Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis.
Tahap-Tahap Hubungan Terapeutik, Dalam membina hubungan teraputik (berinteraksi ), (Stuart dan Sundeen, dalam Christina dkk) :
1.              Fase PraInteraksi
a.       Evaluasi Diri
b.      Penetapan tahapan hubungan / interaksi
c.       Rencana tindakan
2.              Fase Perkenalan/Orientasi
a)      Memberi salam
b)      Memperkenalkan diri perawat
c)      Menannyakan nama klien
d)     Menyepakati pertemuan (kontrak)
e)      Menghadapi kontrak
f)       Memulai percakapan awal
g)      Menyepakati masalah awal
h)      Mengakhiri perkenalan
3.              Fase Orientasi
a.       Memberi salam
b.      Memvalidasi keadaan klien
c.       Mengingat kontrak
4.              Fase Kerja
a.       Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya, perasaannya, pikirannya.
b.      Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi.
c.       Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan.
d.      Melaksanakan pendidikan kesehatan
e.       Melaksanakan kolaborasi.
f.       Melaksanakan observasi dan monitoring.
5.              Fase Terminasi
Terminasi Sementara
a.       Evaluasi hasil
b.      Tindak lanjut
c.       Kontrak yang akan datang
Terminasi Akhir
a.       Evaluasi hasil
b.      Tindak lanjut
c.       Kontrakyang akan datang
DIMENSI RESPON
Dimensi respons yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 :
1.    Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya. Kesejatian dipengaruhi oleh :
a.       Kepercayaan diri
Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu menunjukkan kesejatiannya pada pada saat keadaan yang tidak nyaman dimana kesejatian yang ditampilkan akan mengakibatkan resiko yang tertentu.
b.      Persepsi terhadap orang lain.
Apabila seorang melihat orang lain meempunyai kekuatan yang lebih besar dan menguasai kita akan mempengaruhi bagaimana kita akan menampilkan seperti apa diri kita yang sebenarnya.
c.       Lingkungan.
Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana seseorang berada dimuka publik (auditorium, panggung, dan lain-lain) akan mengakibatkan seseorang merasa sulit untuk menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya. Wakyu yang terbatas juga akan mengakibatkan seseorangtidak mampu menunjukkan siapa dia yang sebenarnya.
Contoh :
Ada seseorang klien yang menyukai anda sebagai perawat di sebuah bangsal. Dia menanyakan nomor telepon anda, sering memandang anda dengan mesra, dan berusaha membuat kotak badan yang sering. Dia bahkan akan mengundang anda untuk makan malam.
Sebagai perawat,
Pikiran anda                :  Saya harus memberikan pelayanan yang professional.
Perasaan anda        : Capek juga nih orang, sebenarnya saya juga suka, tapi …  (terdapat   inkongruen antarapikiran dan perasaan).
Bagaimana anda menunjukkan kesejatian tanpa meninggalakan keprofesionalas sebagai perawat ?
Contoh respons :
“yah … mungkin saya akan pergi dengan anda, … kita lihat saja nanti.
(Respons ini kurang tepat karena tidak ada kejelasan didalamnya akan maksud dari perawat)
“Semua lelaki sama saja, … anda menangani perawat seperti bermain sesuatu. Diamlah tuan, … saya punya pekerjaan”. (Respon ini menunjukkan keagresifan perawat)
“saya senang menerima undangan anda setelah anda pulang dari rumah sakit. Meskipun begitu, saat anda disini saya ingin membuat hubungan dimana saya merasa member anda dank klien lain asuhan keperawatan yang terbaik. Saya ingin menangani semua klien dengan sama karena saya piker tidaklah adil untuk menunjukkan kefavoritan kepada anda. Dapatkah anda mengerti posisi saya ?” (Respon kesejatian tanpa meninggalkan profesionalisme perawat)

2.    Empati
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut.

Beberapa aspek dari empati antara lain :
a.    Aspek Mental
Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggunakanparadigma orang lain tersebut. Aspek mental juga berarti memahami orang tersebut serta memahami orang tersebut secara emosional dan intelektual.

b.    Verbal
Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi klien. Aspek verbal dalam menunjukkan memerlukan hal-hal :
1. Kekuratan ;
Merupakan ketetapan pengungkapan verbal terhadap perasaan atau masalah klien.
2. Kejelasan
Ungkapan empati harus jelas mengenai topik tertentu dan sesuai dengan apa yang dirasakan orang yang kita beri empati.
3. Kealamiahan
Perawat menggunakan kata-kata sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain.
4. Mengecek
Fungsi dari mengecek adalah untuk mengetahui apakah response empatik yang kita lakukan tersebut efektif.

c.    Aspek non verbal
Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan menunjukkan empati dengan kehangatan dan kesejatian.
1.    Kehangatan;
Kehangatan yang ditunjukkan secara non verbal antara lain :

a.    Kondisi muka;
o    Dahi : rileks, tidak ada kerutan.
o    Mata : kontak mata yang nyaman, gerakan mata natural.
o    Mulut : rileks, tidak cemberut dan menggit bibir, tersenyum jika perlu, rahan rileks.
o    Ekspresi : tampak rileks, tidak ada ketakutan, kekhawatiran, menunjukkan perhatian dan ketertarikan.

b.    Kondisi postur/sikap.
o    Tubuh               : Berhadapan, parallel dengan lawan bicara.
o    Kepala             : Duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama, menganggukkan kepala jika perlu.
o    Bahu                : Mudah digerakkan dan tidak tegang.
o    Lengan            : Mudah digerakkan, tidak memegang kursi atau tembok.
o    Tangan            : Tidak memegang atau menggenggam diantara keduanya, tidak mengetuk-ngetuk pena/bermain dengan objek.
o    Dada                           :  Napas biasa, tidak nampak menelan.
o    Kaki                 : Tampak nyaman, tidak menendang.
o    Telapak kaki    : Tidak mengetuk.

Hal-hal yang dapat merusak kehangatan :
§  Melihat sekeliling pada sedang berkomunikasi dengan orang lain.
§  Mengetuk dengan jari.
§  Mundur tiba-tiba.
§  Tidak tersenyum.

Hambatan dalam menunjukkan kehangatan antara lain :
§       Terburu-buru.
§       Emosi berlebihan.
§       Shock/terkejut.
§  Penilaian tentang orang lain sehingga membuat kita menjadi mengalihkan perhatian pada masalah kita sendiri.

2.    Kesejatian
Kesejatian merupakan kesamaan respons non verbal dan respons verbal serta ketertarikan dan perhatian dengan lawan bicara.

3.  Respek/Hormat
Respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan kepedulian/perhatian, rasa suka, dan menghargai klien,. Perawat menghargai klien seorang yang bernilai dan menerima klien tanpa syarat. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Dengan respek maka perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain untuk dipenuhi, dimengerti dan dibantu dalam keterbatasan waktu yang dimiliki oleh perawat.
Perilaku respek dapa ditunjukkan dengan (Smith, 1992)
o    Melihat ke arah klien
o    Memberikan perhatian yang tidak terbagi
o    Memelihara kontak mata
o    Senyum pada saat yang tidak tepat
o    Bergerak kearah klien
o    Menentukan sapaan yang disukai
o    Jabat tangan atau sentuhan yang lembut

4. Konkret
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tingkah lakunya. Yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tindak lakunya. Fungsi dari dimensi ini adalah daapt mempertahankan respons perawat terhadap perasaan klien, penjelasan dengan akurat tentang masalah dan mendorong klien dan memikirkan masalah yang spesifik.
Contoh :
Klien             : “Aku tidak akan punya masalah jika orang-orang tidak menggangguku.
Mereka          : “Membuat aku marah karena mereka tahu bahwa aku sangat berperasaan         halus.”
Perawat         : “Siapa yang ingin membuat kamu marah ?”
Klien             : “Keluargaku. Orang berpikir berada dalam keluarga besar merupakan berkah. Itu adalah kutukan.”
Perawat     : “Apakah kamu dapat memberi saya contoh dari seseorang yang membuatku marah di rumah?”
DIMENSI TINDAKAN
1.      Konfrontasi
Pengertian konfrontasi : proses interpersonalyang digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan dari gambaran diri orang lain (Smith [1992] dikutip Intan [2005]).
Tujuan dari konfrontasi yang dilakukan adalah : agar orang lain sadar adanya ketidaksesuaiaan pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan (Stuart dan Sundeen, 1995)

Dua bagian konfrontasi (Smith [1992] dikutip Intan[2005])
ü Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak produktif/ merusak.
ü Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku yang     produktif dengan jelas dan konstruktif.
Konfrontasi paling tepat dilakukan apabila :
Ø Tingkah lakunya tidak produktif
Ø Tingkah lakunya tidak merusak
Ø Ketika mereka melanggar hak kita/ hak orang lain
Factor yang harus diperhatikan sebelum melakukan konfrontasi menurut Stuart dan Laraia(2001) adalah :
·      Tingkat hubungan saling percaya
·      Waktu
·      Tingkat stress klien
·      Kekuatan mekanisme pertahanan diri klien
·      Pengamatan klien tentang perlunya jarak atau kedekatan
·      Tingkat kemarahan klien dan tingkat toleransi klien untuk mendengarkan persepsi orang lain.
Kategori konfrontasi menurut Stuart dan Sundeen (1995) antara lain :
a.    Ketidaksesuaiaan antara ekspresi klien terhadap dirinya (konsep diri) dan apa yang dia inginkan(ideal diri)
b.    Ketidaksesuaiaan antara ekspresi verbal dan perilaku
c.    Ketidaksesuaiaan antara ekspresi pengalaman klien tentang dirinya dan pengalaman perawat tentang klien
Level konfrontasi dalam hubungan terapeutik
a.    Fase perkenalan        : rendah
b.    Fase kerja                  : tinggi
c.    Fase terminasi           : rendah
Cara melakukan konfrontasi adalah sebagai berikut :
a.    Clarify           : membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti
b.    Articulate      : dengan mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata-kata yang jelas.
c.    Reques (permintaan)
d.   Encourage     : memberikan support, harapa, kepercayaan  
Contoh :
Rumah kost anda sangat berantakan. Teman sekamar anda meletakkan baju sembarangan, buku-buku sering berserakan di lantai, meskipun teman anda biasanya  membersihkankamar setiap 2 minggu sekali dia kembali pada kebiasaannya diatas. Anda meras atidak nyaman dan bahkan ragu-ragu untuk mengundang teman anda dating ketempat kost anda.
Bagaimana anda seharusnya melakukan konfrontasi terhadap teman anda?
“Kamu telah meletakkan baju di atas tempat tidur, dan semua buku-bukumu berserakan di lantai”. (clarify)
“Saya merasa tidak nyaman dikarenakan kamu membuat kamar kitajadi berantakan tidak karuan” (Articulate)
“Saya lebih suka kamu menyimpan barang pribadimu di tempatmu atau di lemari” (Request)
“Dengan jalan itu akan terdapat jalan yang luas untuk kita di kamar ini dan saya akan merasa bebas untuk mengundang teman tanpa merasa khawatir karena kamar kita berantakan” (Encourage)
2.      Kesegeraan
Kesegaraan mempunyai konotasi sebagai sensivitas perawat pada perasaan klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan dari pada mengacuhkannya (Stuart dan Sundeen, 1995)
Berespon dengan kesegeraan berarti berespon pada apa yang terjadi antara perawat dan   klien saat itu dan di tempat itu. Karena dimensi ini mungkin melibatkan perasaan dari klien terhadap perawat, kesegeraan ini dapat menjadi suatu hal yang sulit untuk dicapai (Wilson dan Kneisl, 1983).
Contoh :
Pasien                     : “Staf disini tidak peduli pada kliennya, mereka menangani kita seperti anak-anak dan buka orang dewasa”.
Perawat        : “Saya heran mengapa kamu merasa bahwa kami tidak memperdulikan atau mungkin kami yang tidak mengerti pendapatmu?”.
3.      Membuka diri
Membuka diri adalah membuat orang lain tahutentang pikiran, perasaan, dan pengalaman pribadi kita (Smith, 1992). Membuka diri dapat dilakukan dengan :
a.       Mendengar ; mendengar yang dilakukan disini dimaksudkan mengerti dan bukan untuk menjawab
b.      Empati
c.       Membuka diri
d.      Mengecek
Contoh :
Seorang klien berkata, “ minggu lalu saya merasa sangat takut, ketika suami saya baru pulang dari rumah sakit. Dia mulai batuk, dan wajahnya memerah. Kemudian dia mengalami nyeri dada. Saya pikir dia akan meninggal. Untunglah saya melihat nitrogliserin di dalam lemari. Saya segera memberikan kepadanya dan berangsur-angsur tenang. Nyerinya hilang. untunglah”.
Contoh membuka diri :
Wanita ini ingin mendengar pesan dari anda sehubungan dengan pengalamannya (mendengar). “Saya dapat menduga betapa takutnya anda Karena serangan jantung tersebut. Bahkan mungkin lebih menakutkan lagi karena anda dirumah tanpa alat-alat emergency. Betapa senangnya ketika nitrogliserin itu bekerja (empati). …. Ayah saya mengalami nyeri yang sangat hebat juga. Saya juga mengalami kecemasan yang sangat menakutkan. Ketika saya mengharapkan nitrogliserin akan bekerja, saat itu saya merasa putus asa dan tak punya harapan (membuka diri). Apakah kamu merasakan hal yang sama minggu lalu? (cek) ”

4.      Emosional Katartis
Kegiatan terjadi pada saat klien didorong untuk membicarakan hal- hal yang sangt mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik (Stuart dan sundeen, 1995).
Pemaksaan emosional katarsis yang dilakukan akan menyebabkan klien akan menjadi panik dimana klien bertahan dan tidak mempunyai alternative mekanisme koping yang cukup. Di sini perlu pengkajian dan kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika klien sulit mengungkapkan perasaannya, perawat perlu membantu mengekspresikan perasaan klien. Misalnya dengan cara : “hal itu membuatmu merasa bagaimana? ”
Contoh dialog :
Perawat     : “Apa yang dulu kamu rasakan saat bosmu mengoreksi di depan banyak orang?”
Klien         : “Ya, aku mengerti bahwa dia perlu meluruskanku, dan dia orang dengan tipe pemarah”
Perawat   : “Sepertinya kamu bertahan terhadap perilakunya, saya takjub dengan apa yang kamu rasakan saat itu.”
Klien         : “Uh…sebel. Saya kira …. (diam)”
Perawat     : “Hal itu mebuatku marah jika trjadi padaku”
Klien         : “ Ya, saya juga. Tapi kamu tidak dapat membiarkan hal ini, kamu tahu. Kamu harus merahasiakan semu ini karena ada orang banyak. Tapi dia dapat membiarkan ini terjadi. Oh, …. Tentu dia dapat membicarakan aku semaunya, dan aku ingin dia tahu apa yang aku rasakan. ”      


5.      Bermain peran
Yang dimaksud bermain peran adalah tindakan untuk membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain dan juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi baru dalam lingkungan yang aman (Stuart dan Sundeen , 1995)
Bermain peran digunakan untuk melatih kemampuan unpan balik konstruktif dengan lingkungan yang mendukung dan tidak mengancam ( Schultz dan Videbeck , 1998)
Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sundeen , 1995)
1.         Mendefenisikan masalah
2.         Menciptakan kesiapan untuk bermain peran
3.         Menciptakan situasi
4.         Membuat karakter
5.         Penjelasan dan pemanasan
6.         Pelaksan memerankan suatu peran
7.         Berhenti
8.         Analisis dan diskusi
9.         Evaluasi
KEBUNTUAN TERAPEUTIK
PENGERTIAN
Kebuntuan teraputik adalah hambatan kemajuan hubungan antara perawat dan klien dimana hambatan itu terjadi baik dari klien maupun dari perawat sendiri.
1.      Resistens
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005) :
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen, 1995).
a.       Supresi dan represi informasi yang terkait.
b.      Intensifikasi gejala
b.      Evaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan    tentang masa depan.
c.       Dorongan untuk sehat
d.      Hambatan intelektual
e.       Pembicaraan yang bersifat permukaan/dangkal
f.       penghayatan intelektual
g.      muak terhadap normalitas
h.      reaksi tranference
i.        perilaku amuk atau tidak rasional
2.      Transference
Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.
Reaksi transference Bermusuhan
Contoh :
Klien yang dirawat di rumah sakit karena dbd, tanpa sebab yang jelas klien marah-marah kepada perawat, setelah dikaji ternyata perawat mirip dengan mantan pacarnya yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference : Tergantung
Seorang klien dirawat oleh seorang perawat, perawat itu mempunyai wajah dan suara mirip ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat yang melakukannya.
3.      Kontertransference
Kontertransference merupakan kebutuan terapeutik yang dibuat oleh perawat. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk kontertransference (Stuart dan Sundeen, dalam Intan, 2005) :
1.      Ketidakmampuan untuk berempati terhadap klien dalam area masalah tertentu.
2.      Menekan perasaan selama / sesudah sesi.
3.      Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampau waktu yang telah ditentukan.
4.      Mengantuk selama sesi.
5.      Perasaan marah/tidak sabar karena ketidakinginan klien untuk berubah.
6.      Dorongan terhadap ketergantungan, pujian / afeksi klien.
7.      Berdebat dengan klien.
8.      Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal, tidak berhubungan dengan tujuan keperawatan.
9.      Keterlibatan dengan klien dalam tingkat, personal dan sosial.
10.  Melamunkan atau memikirkan klien.
11.  Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
12.  Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap klien.
13.  Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang, hanya pada satu aspek.
14.  Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

Reaksi kontertransference :
1.      Reaksi yangat mencintai “caring”
2.      Reaksi sangat bermusuhan
3.      Reaksi sangat cemas, seringkali digunakan sebagai resopons terhadap resistensi

5 cara mengidentifikasi terjadinya kontertransference  (Stuart G.W dalam Suryani, 2006).
1)      Perawat harus mempunyai standar yang sama terhadap dirinya sendiri atas apa yang diharapkan kepada kliennya.
2)      Perawat harus dapat menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama ketika klien menentang/mengeritik.
3)      Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
4)      Ketika kontertransference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk mengontrolnya.
5)      Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasi kontertransference, pengawasan secara inidividu maupun kelompok dapat lebih membantu.
4.      Bondary Violation
Batas hubungan perawat klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah hubungan terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006)
Beberapa batas hubunga perawat dengan klien :
a.         Batas peran
b.         Batas waktu
c.         Batas tempat dan ruang
d.        Batas uang
e.         Batas pemberian hadiah dan pelayanan
f.          Batas pakaian
g.         Batas bahasa
h.         Batas pengungkapan diri secara personal
i.           Batas kontak fisik
Contoh bentuk pelanggaran batas, yaitu :
a.    Klien mangajak perawat makan siang / malam diluar.
b.    Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya.
c.    Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien.
d.   Perawat menghadiri acara-acara sosial.
e.    Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
f.     Perawat menjalankan bisnis dari klien.
g.    Perawat secara teratur memberikan informasi personal kepada klien.
h.    Hubungan profesional berubah menjadi hubungan personal

5.      Mengatasi kebuntuan terapeutik
a.       Perawat harus mengetahui pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan mengenali perilaku tersebut.
b.      Klarifikasi dan refleksi perasaan
c.       Gali latar belakang perawat – klien
d.      Bertanggung jawab terhadap terapeutik dan dampak negatif proses terapeutik.
e.       Tinjau kembali hubungan, area kebutuhan      dan masalah klien.
f.       Bina kembali kerjasama Perawat-klien yang   konsisten. 
DAFTAR PUSTAKA
Alimul A.A. 2003. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Pernerbit Salemba Medika.
Ellis R.B & Gates R.J. 2000. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan (terjemahan). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wahyuni Arti. 2004. Hubungan Antara Karakteristik Perawat Dengan Motivasi Perawat Dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik. Semarang.
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta.
Danim S. 2003. Riset Keperawatan ,Cetakan I. Jakarta:EGC.
Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
 http://purwantiidewii.blogspot.com/2012/11/dimensi-hubungan-terapeutik-perawat_847.html


You Might Also Like

0 komentar

Flickr Images